Pesan Pendidikan Ramadhan 2009
Idul Fitri 1430 H/2009 M jatuh pada Hari Minggu 20 September 2009. Tanggal ini sebenarnya maju dari perhitungan kalender yang menyebutkan libur lebaran 21 September 2009. Tetapi, syukur alhamdulillah, mayoritas Ormas Islam di Indonesia sepakat dengan penetapan tanggal 20 September itu. Meskipun ada satu-dua Ormas kecil yang tetap berbeda.
Kebetulan saya mendapat kehormatan untuk memberikan khutbah idul fitri di Masjid Nurul Iman Legoso. Berikut adalah intisarinya.
Ramadhan kita pahami sebagai bulan pendidikan (tarbiyah dan riyadhoh). Sebagai sebuah institusi pendidikan, Ramadhan memiliki misi pendidikan yang sangat komprehensif. Dalam waktu 29 hari kita didik, ditraining, dan diajarkan hal-hal yang bersifat fisik dan non-fisik sekaligus. Gurunya: Al-Quran, penceramah, anak, istri/suami, dan bahkan diri kita sendiri.
Secara umum ada tiga misi pendidikan yang dibawa oleh Ramadhan. Ketiga hal ini merupakan wujud dari eksistensi manusia sebagai hamba Allah, sebagai individu dan sebagai makhluk sosial.
Misi yang pertama adalah ketakwaan. Tentu tidak perlu dipertanyakan lagi, karena secara normatif, Al-Quran mengatakan bahwa tujuan dari puasa adalah membentuk insan yang bertaqwa. Sementara ciri orang-orang yang bertaqwa adalah beriman kepada yang ghaib, beriman kepada kitab-kitab Allah, beriman kepada hari akhir, mendirikan salat, berinfaq di jalan Allah baik di waktu senang maupun susah, menahan amarah, memafkan orang lain, dan suka bertaubat.
Intensitas ibadah kita meningkat di bulan suci Ramadhan. Berbagai bentuk ibadah kita lakukan dengan intensitas yang lebih tinggi dari biasanya. Semuanya dilakukan dengan penuh keyakinan, bahwa kita sedang melaksanakan perintah Allah dan mencari ridho-nya. Karena itulah, semua hal yang bagi orang yang tidak beriman terasa berat, tetapi bagi mu'min justru terasa nikmat. Puasa sepanjang hari di bawah terik matahari, shalat tarawih berbilang rakaat, tadarus, dan i'tikaf, semua dilakukan dengan rasa senang, dan dengan penuh pengharapan akan ridho Allah. Walhasil selama Ramadhan, ibadah kita meningkat baik secara kualitas dan kuantitas.
Ketika ibadah kita meningkat dan pada saat yang sama kita berpuasa, yang sering merupakan tameng bagi kita untuk tidak melakukan hal-hak yang dilarang, maka sesungguhnya Ramadhan mangajarkan kita untuk meningkatkan ketaqwaan dan intensitas ibadah kita. Inilah nilai pendidikan spiritual yang paling utama.
Misi pendidikan yang kedua adalah peningkatan integritas pribadi. Ini kita temukan dalam praktek ibadah puasa yang kita lakukan. Dalam hal puasa, kita bukan hanya tidak makan dan minum, tapi esensinya adalah kejujuran. Ketika berpuasa, kita jujur untuk menahan diri dari berbagai hal yang membatalkan puasa dan pahala puasa. Kita jujur pada Allah, jujur pada diri kita, jujur pada istri/suami kita, jujur pada teman kita, dan jujur pada tetangga kita. Semua kita lakukan karena kita tahu bahwa kejujuran adalah kunci sukses ibadah puasa kita, dan kita yakin bahwa kejujuran membawa kebaikan, seperti yang disampaikan oleh Rasulullah.
Jikalau kejujuran itu kita miliki pada saat puasa, maka kita sebenarnya diajarkan untuk tetap jujur di luar bulan puasa.
- Jika suami jujur pada istri dan sebaliknya, insya Allah rumah tangga akan tenteram;
- Jika orangtua jujur pada anaknya, insya Allah anak akan tumbuh menjadi anak yang jujur;
- Jika pedagang jujur pada pembeli, insya Allah pembeli akan kembali lagi;
- Jika pengusaha jujur pada konsumennya, insya Allah konsumen akan bertambah
- Jika pemerintah jujur pada rakyatnya, insya Allah rakyat akan mendukung.
Tetapi mengapa yang terjadi justru sebaliknya. Berapa banyak rumahtangga yang hancur karena diselimuti dusta. Berapa banyak anak yang membangkang karena orangtua memberi contoh. Berapa banyak pembeli yang kecewa karena pedagang tidak jujur. Berapa banyak pengusaha yang digugat karena mempermainkan konsumen/clientnya. Berapa banyak pemimpin yang dihujat karena menzhalimi rakyatnya. Padahal sudah berapa Ramadhan kita lalui, dan berapa kali puasa kita laksanakan.
Padahal, kejujuran adalah cermin dari integritas pribadi. Ramadhan mengajarkan kita untuk jujur, bukan untuk siapa-siapa, tetapi untuk pribadi kita sendiri. Keberhasilan kita meraih hikmah Ramadhan salah satunya tercermin dari seberapa berhasil kita mempertahankan kejujuran.
Misi pendidikan yang ketiga adalah kepedulian sosial. Ini tercermin dari dua hal: solat jamaah dan zakat. Selama Ramadhan kita dianjurkan untuk melaksanakan salat berjamaah lebih dari biasanya, baik solat sunnah maupun solat fardu. Pada saat solat berjamaah, kita sesungguhnya bukan hanya mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga dengan jamaah yang lain. sebelum dan setelah solat berjamaah kita bersalaman dan bersilaturahmi dengan tetangga, teman dan kerabat yang ikut berjamaah. Kamunikasi pun terjalin, sehingga tali silaturahmi semakin erat.
Sementara zakat, sangat jelas mengajarkan kepedulian sosial. Kita diwajibkan berzakat bukan sekedar mensucikan harta, tetapi yang lebih penting dari itu adalah semangat berbagi dengan mereka yang tak berpunya. Kewajiban zakat fitrah yang harus dilakukan oleh setiap individu mencerminkan ciri-ciri orang bertaqwa yang berinfak di waktu senang dan susah. Ketika kita berbagi di bulan puasa, kita sesungguhnya diingatkan untuk memperhatikan mereka di luar bulan puasa. Karena mereka tidak hanya butuh makan di bulan Ramadhan, bagaimana dengan 11 bulan yang lain.
Puasa, zakat dan salat berjamaah membawa pesan tersirat dan tersurat akan pentingnya menjalin silaturahmi dan memperhatikan lingkungan sosial kita. Ramadhan dengan demikian mendidik kita untuk meningkatkan kualitas hubungan sosial kita, dengan kerabat, tetangga, dan dengan orang lain yang membutuhkan bantuan kita.
Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang bisa mengambil pelajaran dari kehadiran dan kepergian Ramadhan, sehingga kita menjadi orang-orang yang semakin dekat Tuhan, memiliki integritas yang tinggi, serta peduli terhadap sesama, hingga Ramadhan tahun depan, insya Allah.
Kebetulan saya mendapat kehormatan untuk memberikan khutbah idul fitri di Masjid Nurul Iman Legoso. Berikut adalah intisarinya.
Ramadhan kita pahami sebagai bulan pendidikan (tarbiyah dan riyadhoh). Sebagai sebuah institusi pendidikan, Ramadhan memiliki misi pendidikan yang sangat komprehensif. Dalam waktu 29 hari kita didik, ditraining, dan diajarkan hal-hal yang bersifat fisik dan non-fisik sekaligus. Gurunya: Al-Quran, penceramah, anak, istri/suami, dan bahkan diri kita sendiri.
Secara umum ada tiga misi pendidikan yang dibawa oleh Ramadhan. Ketiga hal ini merupakan wujud dari eksistensi manusia sebagai hamba Allah, sebagai individu dan sebagai makhluk sosial.
Misi yang pertama adalah ketakwaan. Tentu tidak perlu dipertanyakan lagi, karena secara normatif, Al-Quran mengatakan bahwa tujuan dari puasa adalah membentuk insan yang bertaqwa. Sementara ciri orang-orang yang bertaqwa adalah beriman kepada yang ghaib, beriman kepada kitab-kitab Allah, beriman kepada hari akhir, mendirikan salat, berinfaq di jalan Allah baik di waktu senang maupun susah, menahan amarah, memafkan orang lain, dan suka bertaubat.
Intensitas ibadah kita meningkat di bulan suci Ramadhan. Berbagai bentuk ibadah kita lakukan dengan intensitas yang lebih tinggi dari biasanya. Semuanya dilakukan dengan penuh keyakinan, bahwa kita sedang melaksanakan perintah Allah dan mencari ridho-nya. Karena itulah, semua hal yang bagi orang yang tidak beriman terasa berat, tetapi bagi mu'min justru terasa nikmat. Puasa sepanjang hari di bawah terik matahari, shalat tarawih berbilang rakaat, tadarus, dan i'tikaf, semua dilakukan dengan rasa senang, dan dengan penuh pengharapan akan ridho Allah. Walhasil selama Ramadhan, ibadah kita meningkat baik secara kualitas dan kuantitas.
Ketika ibadah kita meningkat dan pada saat yang sama kita berpuasa, yang sering merupakan tameng bagi kita untuk tidak melakukan hal-hak yang dilarang, maka sesungguhnya Ramadhan mangajarkan kita untuk meningkatkan ketaqwaan dan intensitas ibadah kita. Inilah nilai pendidikan spiritual yang paling utama.
Misi pendidikan yang kedua adalah peningkatan integritas pribadi. Ini kita temukan dalam praktek ibadah puasa yang kita lakukan. Dalam hal puasa, kita bukan hanya tidak makan dan minum, tapi esensinya adalah kejujuran. Ketika berpuasa, kita jujur untuk menahan diri dari berbagai hal yang membatalkan puasa dan pahala puasa. Kita jujur pada Allah, jujur pada diri kita, jujur pada istri/suami kita, jujur pada teman kita, dan jujur pada tetangga kita. Semua kita lakukan karena kita tahu bahwa kejujuran adalah kunci sukses ibadah puasa kita, dan kita yakin bahwa kejujuran membawa kebaikan, seperti yang disampaikan oleh Rasulullah.
Jikalau kejujuran itu kita miliki pada saat puasa, maka kita sebenarnya diajarkan untuk tetap jujur di luar bulan puasa.
- Jika suami jujur pada istri dan sebaliknya, insya Allah rumah tangga akan tenteram;
- Jika orangtua jujur pada anaknya, insya Allah anak akan tumbuh menjadi anak yang jujur;
- Jika pedagang jujur pada pembeli, insya Allah pembeli akan kembali lagi;
- Jika pengusaha jujur pada konsumennya, insya Allah konsumen akan bertambah
- Jika pemerintah jujur pada rakyatnya, insya Allah rakyat akan mendukung.
Tetapi mengapa yang terjadi justru sebaliknya. Berapa banyak rumahtangga yang hancur karena diselimuti dusta. Berapa banyak anak yang membangkang karena orangtua memberi contoh. Berapa banyak pembeli yang kecewa karena pedagang tidak jujur. Berapa banyak pengusaha yang digugat karena mempermainkan konsumen/clientnya. Berapa banyak pemimpin yang dihujat karena menzhalimi rakyatnya. Padahal sudah berapa Ramadhan kita lalui, dan berapa kali puasa kita laksanakan.
Padahal, kejujuran adalah cermin dari integritas pribadi. Ramadhan mengajarkan kita untuk jujur, bukan untuk siapa-siapa, tetapi untuk pribadi kita sendiri. Keberhasilan kita meraih hikmah Ramadhan salah satunya tercermin dari seberapa berhasil kita mempertahankan kejujuran.
Misi pendidikan yang ketiga adalah kepedulian sosial. Ini tercermin dari dua hal: solat jamaah dan zakat. Selama Ramadhan kita dianjurkan untuk melaksanakan salat berjamaah lebih dari biasanya, baik solat sunnah maupun solat fardu. Pada saat solat berjamaah, kita sesungguhnya bukan hanya mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga dengan jamaah yang lain. sebelum dan setelah solat berjamaah kita bersalaman dan bersilaturahmi dengan tetangga, teman dan kerabat yang ikut berjamaah. Kamunikasi pun terjalin, sehingga tali silaturahmi semakin erat.
Sementara zakat, sangat jelas mengajarkan kepedulian sosial. Kita diwajibkan berzakat bukan sekedar mensucikan harta, tetapi yang lebih penting dari itu adalah semangat berbagi dengan mereka yang tak berpunya. Kewajiban zakat fitrah yang harus dilakukan oleh setiap individu mencerminkan ciri-ciri orang bertaqwa yang berinfak di waktu senang dan susah. Ketika kita berbagi di bulan puasa, kita sesungguhnya diingatkan untuk memperhatikan mereka di luar bulan puasa. Karena mereka tidak hanya butuh makan di bulan Ramadhan, bagaimana dengan 11 bulan yang lain.
Puasa, zakat dan salat berjamaah membawa pesan tersirat dan tersurat akan pentingnya menjalin silaturahmi dan memperhatikan lingkungan sosial kita. Ramadhan dengan demikian mendidik kita untuk meningkatkan kualitas hubungan sosial kita, dengan kerabat, tetangga, dan dengan orang lain yang membutuhkan bantuan kita.
Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang bisa mengambil pelajaran dari kehadiran dan kepergian Ramadhan, sehingga kita menjadi orang-orang yang semakin dekat Tuhan, memiliki integritas yang tinggi, serta peduli terhadap sesama, hingga Ramadhan tahun depan, insya Allah.